Ladang minyak besar ini letaknya lebih dekat ke Gugusan Pulau Pasir bernama Montara yang meledak sangat dahsyat dan mencemari perairan dan lingkungan sekitar serta mengancam seluruh habitat yang berada di kawasan tersebut.
Hal ini diungkapkan Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) Ferdi Tanoni di Kupang mengutip laporan dari jaringan YPTB di Canberra Australia, seperti dikutip okezone dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Senin (28/9/2009).
Ladang minyak Montara ini dioperasikan sebuah perusahaan minyak asal Thailand bernama PTTEP Australasia. Adapun untuk mengatasi kebocoran tersebut, perusahaan ini memindahkan alat pembor minyak lepas pantai canggih milik Australia West Tritton yang berada di Pulau Batam ke lokasi insiden tersebut.
"Ini dilakukan untuk mengebor sebuah sumur pelepas yang akan memompa lumpur tebal ke dalam sumur minyak yang meledak itu untuk menutup kebocoran," tukasnya.
Juru Bicara PTTEP Australasia Mike Groves mengatakan, tumpahan minyak yang terjadi kira-kira luasnya hanya sekira 15 km panjang dan 30 meter lebar saja. Akan tetapi insiden itu masih menjadi perdebatan sengit dalam Parlemen Australia di Canberra.
Senator Rachel Siewart dan Pimpinan Partai Hijau di Parlemen Senator Bob Brown menuding PTTEP Australasia tidak transparan dan mempertanyakan pemerintah Partai Buruh Australia tentang kepastian angka muntahan minyak yang disemburkan dan mencemari Laut Timor, pada 29 Agustus 2009 yang dilaporkan kebocorannya telah menjangkau 3.000 km persegi.
Bahkan, menurut petugas Otoritas Keselamatan Maritim Australia pada 30 Agustus 2009, kebocoran telah mencapai 6.000 km persegi. Selain itu, mereka juga mempertanyakan besarnya angka muntahan minyak yang dikemukakan Menteri Lingkungan Australia Senator Garett hanya sekira 48.000-64.000 liter per hari didapat dari mana?
Sementara laporan yang dikutip di berbagai media di Australia mengklaim bahwa telah terjadi muntahan minyak sebanyak 500 ribu liter per hari dan telah mencemari perairan dan lingkungan di Laut Timor yang berdampak langsung terhadap ekosistem yang ada.
Kedutaan Besar Australia ini mengutip laporan dari jaringannya di Canberra. Dikhawatirkan, insiden ini menyerupai kasus
terbelahnya kapal tanker Exxon Valdez pada Maret 1989 yang tenggelam di pantai barat Amerika Serikat dan menumpahkan 42 juta liter minyak yang mencemari perairan dan lingkungan di Teluk Alaska, yang hingga saat ini sudah 20 tahun lamanya namun dampaknya masih terus ada.
Bila ini yang terjadi, maka tidaklah mustahil suatu waktu masyarakat di Timor Barat, Rote-Ndao, Sabu, dan Alor tidak bisa lagi mendapatkan ikan dan biota laut lainnya untuk dikonsumsi karena telah musnah dan keracunan. "Bukan saya menakut-nakuti masyarakat dengan berita ini, akan tetapi pemerintah harus segera membuka mata dan mengantisipasinya," tegas Ferdi.
Menurut catatan YPTB, kejadian ini bukan satu-satunya yang terjadi di Laut Timor dan telah disuarakan berulang kali. Namun pemerintah seolah tidak mendengar.
Tanoni mengakui bahwa pihaknya juga telah menerima dan sedang mempelajari sebuah laporan penelitian ilmiah setebal 30 halaman dari sebuah lembaga ilmiah di Melbourne Australia tentang kebocoran minyak di Laut Timor tersebut dan dampaknya terhadap lingkungan dan ekosistem yang akan terjadi di Laut Timor.
Adapun dengan adanya kejadian ini, diharapkan dapat membuka mata pemerintah bahwa apa yang dikemukakakan YPTB selama ini selain memiliki hak atas potensi kekayaan alam di Laut Timor yang telah dirampas oleh Australia untuk kemakmuran Australia dan Timor Lorosae (Timor Timur).
Maka dari itu, masyarakat Timor Loro Monu (Timor Barat) juga punya kepentingan yang sama besarnya dengan hak itu sendiri yang bersifat universal, yakni terjaganya kelestarian lingkungan alam dan ekosistem di Laut Timor yang berkelanjutan demi masa depan anak cucunya. (ade)
0 Responses to Ladang Minyak di Laut Timor Indonesia Meledak!